Datangnya sakit terkadang tidak dapat di tebak. Problem sakit menjadi serius apabila datang ketika kondisi keuangan sedang tidak memungkinkan. Pemikiran masyarakat awam yang masih berpikir bahwa biaya pengobatan itu mahal menjadi kendala untuk sosialisasi pelayanan kesehatan di berbagai daerah. Saya pun sering menjumpai penduduk yang enggan untuk berobat ke dokter/puskesmas dan memilih untuk mendiamkan penyakitnya sampai benar-benar terasa sudah parah. Persepsi negatif itu datang karena prosedur pelayanan kesehatan di beberapa institusi kesehatan masih kurang baik. Untuk itu perbaikan citra kesehatan harus terus di perbaiki dari waktu ke waktu.
Perbaikan itu bisa di mulai dari edukasi pemberian resep obat dengan membentuk karakter “Dokter Cerdas” dan “Pasien Cerdas” agar biaya pengobatan bagi pasien dapat di tekan tanpa mengabaikan kualitas pengobatan. Karakter dokter cerdas dan pasien cerdas dapat di identikan dalam bentuk hewan kancil yang di analogikan mempunyai sikap atau perilaku yang cerdik dan berhati-hati. Kancil selalu memiliki banyak akal dalam menjalani kehidupan sehingga selalu terhindar dari bahaya. Di harapkan perilaku dokter dan pasien seperti kancil ini yang cerdik, pintar dan bersikap hati-hati ketika hendak menggunakan suatu obat.
Salah satu ciri dari dokter cerdas adalah membuat resep obat yang sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan. Sedangkan perilaku sebagai pasien cerdas dapat di tunjukan dengan meminta informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi kesehatan sekaligus meminta resep obat sesuai dengan kebutuhan penyembuhan penyakit yang di derita. Jadi resep obat itu bukan sesuai keinginan dokter atau keinginan pasien tetapi resep itu sesuai dengan kebutuhan penyakit.
Dalam penyembuhan penyakit, peran dari suatu obat bergantung pada zat aktif berkhasiat yang terkandung di dalamnya. Jadi apapun obatnya meskipun harganya terpaut jauh, tetapi jika zat aktif yang di kandungnya sama maka obat tersebut akan mempunyai khasiat yang sama.
Dalam dunia medis, terdapat dua jenis obat yang umum di kenal yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten atau obat originator adalah obat yang masih memiliki hak paten. Obat ini hanya di produksi oleh pabrik yang memegang hak paten tersebut. Sedangkan obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat di produksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Secara umum harga obat generik berkisar 80-85% lebih rendah di banding obat paten. Peredaran obat paten sendiri hanya sekitar 5% dari obat yang beredar di Indonesia. Sisanya adalah obat generik.
Buat yang pernah berobat, pasti pernah lihat patung gambar di bawah ini :
Ini adalah icon resmi dari obat generik. Patung ini biasa di letakkan di samping dokter yang memeriksa pasien. Lingkaran bergaris hijau bertulis “GENERIK” pada dada patung merupakan logo resmi dari obat generik. Obat generik terutama obat generik berlogo (OGB) biasanya memiliki tanda/logo tersebut pada kemasan obatnya baik berupa tablet, kapsul maupun sirup.
Logo resmi generik pada kemasan obat ini menunjukkan bahwa obat tersebut telah lulus uji kualitas, khasiat, dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan obat generik dapat di gunakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Meskipun harga obat generik lebih murah tetapi itu tidak menurunkan kualitasnya. Jadi obat generik memiliki harga yang jauh lebih murah tetapi tetap berkualitas.
Bagaimana dengan khasiat obat generik, mari kita cek video iklan testimonial obat generik berikut :
Intinya khasiat obat generik sama dengan obat paten. Jadi jangan ragu untuk meminta resep obat kepada Dokter dengan menggunakan obat generik.
Obat Generik Bermerek (OBM) dan Obat Generik Berlogo (OGB)
Obat generik sendiri terdiri dari dua jenis yaitu obat generik bermerek (OBM) dan obat generik berlogo (OGB). Bagaimana mengenali perbedaan keduanya. Perhatikan gambar di bawah ini :
Perbedaan keduanya terletak pada nama, kemasan dan harga. Obat generik berlogo (OGB) di pasarkan dengan nama merek kandungan zat aktifnya sesuai dengan nama resmi International Non Propietary Names yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia. Sedangkan obat generik bermerek/obat bermerek adalah obat yang di beri merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya. Sebagai contoh salep berbahan aktif Acyclovir 5%, maka tata nama OGB-nya pasti bernama Acyclovir 5% sedangkan untuk tatanama OBM-nya dapat di sesuaikan dengan keinginan produsen obat, seperti di beri nama dengan Paraklovir atau Meaklovir.
Dari sisi kemasan, OGB di buat dengan kemasan yang di buat biasa yang penting dapat melindungi produk yang ada di dalamnya sedangkan OBM di desain lebih menarik. Dari harga pun obat generik bermerek memiliki harga yang lebih mahal di bandingkan OGB bahkan bisa mencapai selisih harga 20-30 kali lipat. Tetapi harganya tidak semahal obat paten. Mahalnya harga obat ini di karenakan adanya biaya tambahan baik berupa biaya produksi kemasan, biaya promosi dan biaya-biaya non produksi lainnya.
Pada prinsipnya antara obat generik bermerek dan obat generik berlogo tidak ada perbedaan dalam hal khasiat obat sejauh bahan dasar zat aktifnya sama. Tetapi tingkat kepercayaan masyarakat (pasien) dan dokter kepada obat generik berlogo, harus di akui masih sangat rendah. Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sintanggang, porsi penjualan OGB hanya berada di kisaran 10% dari total pasar farmasi nasional.
Porsi penjualan obat generik dari total pasar farmasi nasional
Berbagai kendala dalam pemasaran OGB ini di karenakan persepsi masyarakat yang masih salah mengenai obat generik berlogo.
Beberapa persepsi yang salah itu adalah sebagai berikut :
- Obat generik berlogo masih di pandang sebagai obat kelas dua dan kurang berkhasiat di bandingkan dengan obat bermerek
- Obat generik berlogo kerap di cap sebagai obat bagi kaum tak mampu
- Sesuai Hukum Pasar yang berlaku, di karenakan obat generik harga jualnya lebih murah berarti kualitasnya juga rendah.
Beberapa persepsi yang salah tentang obat generik berlogo ini perlu di luruskan dalam artikel ini.
“Perlu di tekankan kembali bahwa tidak ada perbedaan dalam hal kualitas dan khasiat obat baik antara obat generik berlogo (OGB) dan obat generik bermerek (OBM) sejauh bahan dasar obat memiliki zat aktif yang sama”
Mengapa obat generik berlogo (OGB) memiliki harga jual yang jauh lebih murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat di bandingkan OBM. Berikut adalah 4 alasan mengapa harga OGB bisa terjangkau.
1. Harga jual obat generik berlogo telah di tetapkan Pemerintah
Harga OGB di tetapkan oleh Pemerintah melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan dimana setiap tahun di terbitkan ketetapan / peraturan Menteri Kesehatan terkait harga obat generik. Di tahun 2012 di terbitkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 094/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah Tahun 2012 dan No. 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik. Sedangkan untuk tahun 2013 di rencanakan penetapan harga melalui lelang harga satuan (e-catalog obat generik).
2. OGB di produksi dalam jumlah banyak
Dalam proses produksi, OGB di produksi dalam jumlah yang besar sehingga skala produksinya jadi lebih efisien dan mampu menekan biaya produksi. Karena bahan baku dan kemasan yang digunakan juga dalam jumlah besar sehingga harga pembelian lebih rendah dibandingkan bila melakukan pembelian dalam jumlah kecil.
3. OGB di buat sederhana dengan daya kemas yang baik
Produksi OGB di buat secara sederhana dan dengan menekan biaya kemasan. Meskipun biaya kemasan di tekan tetapi tetap memperhatikan daya kemas produk yang baik sesuai dengan ketentuan Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM) agar kualitas obat yang di produksi tetap terjamin
4. OGB hanya meng-copy obat paten yang telah berakhir masa patennya
Di karenakan OGB hanya meng-copy obat paten yang telah berakhir masa patennya, sehingga dalam produksi OGB, perusahan tidak perlu menyediakan dana untuk biaya riset dan pengembangan dalam melakukan uji klinis yang mahal harganya untuk menilai khasiat, keamanan, dan kualitas dari obat generik.
Untuk menjaga standar kualitas dari obat generik, Pemerintah pun telah menetapkan standar ketat bagi perusahaan farmasi untuk memproduksi obat generik. Standar ketat untuk perusahaan itu adalah sebagai berikut :
- Perusahaan tersebut telah menggantongi sertifikat COA (Certificate of Authenticity)
- Perusahaan tersebut telah menggantongi sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
- Telah melalui uji bioekuivalensi (kesetaraan biologi) serta uji bioavailibitas (ketersediaan hayati) terhadap obat paten dengan menujukkan hasil yang setara.
Jadi dengan standar ketat produksi obat generik ini membuat kualitas obat generik tetap terjamin.
Menjadikan Obat Generik Berlogo (OGB) sebagai Gaya Hidup
Sudah jelas bahwa OGB kualitasnya sudah tidak di ragukan lagi. Untuk itu sosialisasi mengenai OGB harus terus di tingkatkan agar kesadaran dari dokter dan pasien untuk menggunakan OGB menjadi besar.
Sebenarnya telah banyak cara yang di lakukan oleh pemerintah untuk memperkenalkan OGB kepada masyarakat baik berupa stiker, iklan maupun berbagai media sosialisasi lainnya. Tetapi telah hampir 24 tahun sosialisasi OGB tetapi hasilnya belum menunjukkan progres yang signifikan di mana pangsa pasar OGB baru sampai 10%.
Untuk itu perlu menggiatkan kembali sosialisasi OGB agar dapat menjadi Gaya Hidup masyarakat. Kunci dari pembentukan OGB sebagai Gaya Hidup adalah penanaman kesadaran dan edukasi yang kuat kepada masyarakat untuk menggunakan OGB dalam pengobatan penyakit yang di derita. Di harapkan OGB dapat menjadi suatu kebutuhan dan kebanggaan bagi masyarakat sehingga masyarakat pun tidak alergi untuk menggunakannnya.
Beberapa langkah yang dapat di lakukan untuk menjadikan OGB sebagai Gaya Hidup adalah sebagai berikut :
- Perbaikan Prestise Penggunaan Obat Generik Berlogo
Kultur masyarakat Indonesia yang unik dan bermacam-macam memang menarik untuk di pelajari. Sebagian dari masyarakat Indonesia masih memegang kuat kultur gengsi dan senang bergaya hidup mewah. Untuk itu Obat Generik Berlogo harus mendapat perbaikan dari segi pengemasan agar lebih menarik dan dengan harga yang lebih akomodatif serta membuat suatu gerakan nasional menjadikan OGB sebagai gaya hidup masyarakat Indonesia.
- Mendidik Masyarakat secara Cerdas : Obat Generik Bermerek di beri logo Generik
Salah kaprah di masyarakat bahwa obat yang berlogo generik adalah obat bagi masyarakat miskin tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang hanya memberikan logo generik pada OGB sedangkan OBM tidak di beri logo generik padahal keduanya masih sama-sama merupakan obat generik.
Untuk itu jika pemerintah menginginkan sosialisasi yang efektif bagi OGB, perlu mendidik masyarakat secara cerdas dan nyata berupa tindakan pemberian logo generik pada OGB dan OBM. Dengan cara seperti itu maka sosialisasi OGB kepada masyarakat di jamin akan lebih baik dari sebelumnya.
- Edukasi OGB Kepada dokter
Dokter adalah ujung tombak kesuksesan OGB. Sebagian besar pasien mempercayakan resep kepada dokter. Karena yang penting bagi pasien adalah kesembuhan. Harus di akui pengetahuan tentang obat masih sangat rendah di masyarakat untuk itu dokter berperan besar dalam menentukan penggunaan OGB kepada masyarakat. Edukasi dan sosialisasi kepada dokter harus terus di tingkatkan dan apabila di perlukan ada aturan yang ketat bagi dokter untuk mengutamakan OGB dalam resep obatnya.
- Jaminan Ketersediaan Obat di fasilitas kesehatan dan apotek.
Untuk menjamin penggunaan OGB di tengah masyarakat, maka pemerintah harus memberikan jaminan ketersediaan obat di berbagai fasilitas kesehatan dan memberlakukan reformasi pada apotek agar penyediaan obat generik menjadi di atas 50% sehingga ketika dokter memberikan resep obat generik, masyarakat dapat dengan mudah mendapatkannya.
- Pembentukan Citra Karakter Dokter Cerdas dan Pasien Cerdas
Semua stakeholder harus mampu memberikan citra positif bagi pemberi resep dan pengguna obat generik dengan karakter sebagai Dokter Cerdas dan Pasien Cerdas.
Pembentukan citra ini dapat di lakukan dalam bentuk pembuatan maskot dan duta obat generik, pemberian award kepada Dokter teladan yang memiliki track record bagus dalam pengobatan dengan menggunakan resep obat generik, sosialisasi melalui berbagai media baik TV, Radio, maupun di internet.
Demikian beberapa informasi seputar sosialisai OGB. Semoga kita dapat menjadi tercerdaskan dengan informasi yang telah di paparkan.
Tulisan ini di ikutsertakan dalam lomba blog dengan tema “Sosialisasi Obat Generik Berlogo di Indonesia” yang di adakan oleh PT. Dexa Medica
Referensi tulisan :
- Obat Generik ( id.wikipedia.org/wiki/Obat_generik )
- Obat Generik Berlogo (OGB) bukan Obat Orang Miskin ( http://health.kompas.com/read/2012/07/24/21015322/Obat.Generik.Berlogo.Bukan.Obat.Orang.Miskin )
- Mengenal Obat Generik ( http://health.kompas.com/read/2010/09/18/09483377/Mengenal.Obat.Generik )
- Obat Generik Berlogo Murah tapi Tidak Murahan ( http://health.kompas.com/read/2012/06/28/15354446/Obat.Generik.Berlogo.Murah.Tapi.Tidak.Murahan )
Backlink : http://www.dexa-medica.com
Bukan masyarakat yang tidak percaya kepada OGB, tetapi kurangnya informasi tentang OGB….